­

Hadapi Skripsi

by - Thursday, February 01, 2018

Jadi, beberapa hari yang lalu ibu cerita kalau anak temannya ibu lagi punya masalah terkait skripsi. Anaknya cewek, nangis terus, emosian, takut ketemu orang karena selalu ditanyain udah lulus belum? Semester berapa. Kata ibu yang kemaren sempat berkunjung ke rumah temannya matanya si anaknya sampe cekung. 
Kasian banget.

Sayangnya waktu ditanya masalahnya apa, apakah pembimbingnya susah ditemui? Teman ibu menjawab kalo anaknya itu belum punya pembimbing. Belum mengajukan proposal. 

“Skripsi itu gimana sih Ran? Ngajuin proposal dulu? Nah itu anaknya belum ngajuin proposal terus masalahnya dimana?” tanya ibu.

Nah itu juga bu yang jadi pertanyaanku, masalahnya skripsinya apa dong kalo belum ngajuin proposal? Belum ngajuin judul dong berati kalau belum punya dosen pembimbing? 

Hmm,,, entahlah masalah skripsinya dimana bagi dia.

Bagiku yang mendengar cerita dari ibu masalah skripsi ini, ada hal urgent lain yang perlu lebih diperhatikan.

Menurutku si anak ini menunjukan tanda-tanda setres. Dari penuturan ibu, dia sering nangis, matanya cekung, emosian, sering mengurung diri. Karena menunjukan tanda-tanda setres itu maka sang ibu berusaha menghibur dengan mengajaknya piknik. Tapi sampai sekarang masih sering nangis. Ditanya masalahnya apa juga nggak bisa cerita. Malah si anak sering ke makam pacarnya yang sudah lama meninggal. Nangis disana.

Kasian nggak si denger cerita begitu? :(

Kuliah tetap bayar tapi skripsi belum tersentuh. Begitupun dengan uang kos yang tetap harus dibayar, padahal jarang ditempati. Walaupun tentu bagi seorang ibu uang tak masalah selagi kuliahnya lancar tapi kalo begini keadaannya lama-lama juga membebani sang ibu, selain kondisi sang anak itu sendiri. 

“Temennya ibu ketemu sama dosen pembimbing akademik aja bu. Tanya kok anak saya belum mengajukan proposal. Kira-kira masalahnya dimana?” aku memberi usul ke ibu.

“Temen kuliahnya nggak pernah ada yang main ke rumah? Coba suruh main biar dia nya ada temen cerita.” Bapak pun memberi usul.

Sebagai orang yang juga pernah skripsian, aku paham betul sih ketika masing-masing diri kita sibuk dengan penelitian kita sampai-sampai jarang bertemu dengan teman sedekat. Akan menjadi kebahagian tersendiri ketika kita bisa wisuda bareng dengan teman dekat kita. Namun apabila yang terjadi adalah sebaliknya, kita tertinggal dari teman-teman, pasti ada perasaan seperti tertinggal dan ditinggalkan. Bagi yang ‘tertinggal’ menurutku memang harus punya mental yang lebih kuat karena tekanan itu pasti ada.

“kok belum lulus?”
“udah sampe apa skripsinya?”
“tinggal apalagi nih?”
“Kapan pendadaran?”

Aku jadi ingat perkataan salah satu dosenku ketika semester awal, beliau pernah bilang “Sekarang Anda bisa kemana-mana bareng teman sekelompok, kompak. Tapi lihat besok ketika skripsi. Anda akan jalan masing-masing. Fokusnya ke penelitian. Bukan lagi hal-hal seperti ini”

Well, memang benar adanya.

Buat yang lagi bingung dengan skripsinya atau baru yang akan memulai. Jangan takut buat skripsian, jangan mikir negatifnya, susah atau enggaknya itu tergantung usaha kita. Skripsi cuma sekali jadi nikmati saja prosesnya, suka dukanya. Percaya lah, pakaian hem putih dan bawahan hitam di saat pendadaran adalah sebenar-benarnya pakaian superduper kebanggaan.

Skripsian itu nggak ada apa-apanya dibanding dengan kehidupan di dunia kerja,,, ujian yang sesungguhnya, katanya begitu. Hadapi!

Semoga si mbak yang menjadi sumber topik cerita kali ini segera bisa bangkit buat skripsian. Yang lainpun begitu, semangaaatt!!

Hadapi, hadapi, hadapi... Mau sesulit dan setakut apa, sesungguhnya intinya cuma itu, hadapi!

You May Also Like

0 komentar