Writer Challenge Day 4: Tentang Dia
Sejujurnya
tema malam ini cocok sekali untuk seseorang yang sudah menemukan jodohnya,
menceritakan bagaimana pertama mereka bertemu. Ya kan?
Oh! Atau
mungkin sebenarnya itu hanya pengennya saya saja? Hehe
Menceritakan
dia yang belum tentu jodoh saya hanya akan membuat KSBB ketika saya membaca ini
dimasa depan saat ternyata kita tak bersama. Jadi ya sudahlah, kali ini bukan
tentang kamu ya? :)
Hey kamu
yang disana, dia yang disini bukan kamu ya? Tapi tenang saja, ketika kita
ternyata berjodoh saya akan menulis cerita/kesan pertama saat mengenal mu.
***
Baiklah, dia
yang disini adalah seorang teman SD ku. Ntah saat pertama kali bertemu
dengannya aku melihat wajahnya atau tidak, tapi yang pasti aku memiliki kesan
yang kuat tentang dirinya melalui teman-teman yang lain.
Saat itu, kalau tidak salah ingat, adalah hari
pertama aku sebagai murid baru di suatu SD. Disaat berbaris akan memasuki kelas
ada 2 atau 3 murid yang berjalan dari kantor guru. Saat mereka berjalan menuju
kelas yang juga saya tuju, teman-teman yang lain meneriaki salah satu dari 2
atau 3 murid itu. Dan itu adalah dia. Dia mendapat teriakan dari teman-teman
sekelasnya, mereka mengatakan padaku, “Jangan, jangan main sama si dia”
Aku tak
begitu yakin ada yang mengatakan secara langsung atau tidak tapi yang pasti
image “dia miskin” adalah sebab dia di jauhin dari teman-teman yang lain. Dia
yang penampilannya beda dari yang lain seakan semakin membuat kesan miskin
didirinya.
Dulu memang
aku tak dekat dengan dia. Bukan karena aku menghindar tapi teman sepermainanku
memang tak ada yang dekat dengan dia, jadi aku seperti terbawa arus, bermain
seperti apa yang teman sepermainanku mainkan. Aku tak pernah menyapa dirinya
karna kesempatan untuk itu tidak ada.
Sampai
akhirnya di suatu pagi, ketika aku masih siap-siap untuk ke sekolah di teras
rumah sudah ada dia. Menungguku untuk berangkat bersama. Tanpa ku minta, dia
datang dan menungguku berbenah untuk sekolah.
Tidak satu
atau dua hari, dia datang setiap hari sampai akhirnya kami akrab. Bapak ibu pun
mengenal dia sebagai teman yang baik. Dan, heyyyy, memang tak ada yang salah
dengan dirinya untuk dijauhi. Walaupun tetap, di sekolah dia selalu menjadi
bual-bualan teman-teman. Dan aku yang tak begitu berani, tak bisa berbuat
apa-apa untuk dia. Yang ku tau dia hanya bisa mendengus kesal sesekali memberi
tatapan marah setiap ada teman yang mengejeknya.
Karena aku
tau tak bisa berbuat banyak, maka aku selalu menerima kedatangan dia di pagi
hari. Ada kalanya aku bertanya dalam hati “kenapa dia mendekatiku?” di saat aku
tau dia dijauhin oleh yang lain. Ada kalanya aku ragu untuk menerima dia tapi
aku tau dia yang sudah sering diejek pasti sudah sering terluka. Mana mungkin
aku ikut menolak untuk di ‘jemput’ saat teman yang lain semakin tega membully
nya?
Akhirnya,
kegiatan dia yang selalu menghampiriku berlangsung sampai kelulusan dan kita
berpisah saat masuk SMP, karena kita masuk di sekolah yang berbeda.
Alhamdulilah, saat SMP dan SMA aku tidak mendengar sesuatu seperti “jauhi dia”
seperti saat SD dahulu. Itu berarti semua temannya, berkawan tanpa membedakan,
aku senang mengetahuinya. Karena sejujurnya aku khawatir dia masih diperlakukan
tidak adil.
Sekarang,
aku senang tali silaturahmi aku dan dia masih terjaga, masih saling mengunjungi
dan cerita sembari mengambil gambar kita berdua, selfie. Bapak ibupun sampai
sekarang masih ingat dia, “dia yang dulu ngampiri kamu terus itu kan?” “gimana
kabarnya?”
***
Hey kamu
yang sebagai dia disini, aku kagum kamu bisa melupakan dan menganggap angin
lalu ocehan teman-teman dulu yang menyakitimu. Aku kagum dengan sifatmu yang
mau sesekali berkumpul reuni ketika aku mengajakmu. Aku kagum sekaligus kesal
saat kemaren kamu menceritakan mengapa obrolan di grup SD menyangkut-nyangkut
nama mu ketika dia sama sekali tak berkomentar.
Aku kagum
dengan mu yang tak mau meninggalkan grup ketika ku minta, agar tidak merasa
tersakiti. Namun ternyata kamu menolaknya
karena katamu sikap itu seperti anak kecil, lalu ku katakan bahwa kamu
berhak marah, dan yang seperti anak kecil adalah mereka yang sampai sekarang
tak berubah.
Akupun kesal
mengapa kawan lama yang-sudah-tak-muda-lagi tidak berpikir bahwa apa yang
mereka ucapkan menyakiti hati orang.
Hey kamu
yang sebagai dia disini, semoga kamu segera bertemu dengan pangeran terbaik
yang sudah Allah siapkan ya? Yang bisa menjaga hatimu untuk tetap lapang dan
selalu positif thinking.
Hey kamu,
sampai kapan pun kamu adalah temanku yang tak seharusnya diberlakukan tak adil.
Salam,
dariku.
0 komentar