­

Writer Challenge Day 4: Tentang Dia

by - Saturday, January 21, 2017


Sejujurnya tema malam ini cocok sekali untuk seseorang yang sudah menemukan jodohnya, menceritakan bagaimana pertama mereka bertemu. Ya kan?
Oh! Atau mungkin sebenarnya itu hanya pengennya saya saja? Hehe

Menceritakan dia yang belum tentu jodoh saya hanya akan membuat KSBB ketika saya membaca ini dimasa depan saat ternyata kita tak bersama. Jadi ya sudahlah, kali ini bukan tentang kamu ya? :)

Hey kamu yang disana, dia yang disini bukan kamu ya? Tapi tenang saja, ketika kita ternyata berjodoh saya akan menulis cerita/kesan pertama saat mengenal mu.
*** 

Baiklah, dia yang disini adalah seorang teman SD ku. Ntah saat pertama kali bertemu dengannya aku melihat wajahnya atau tidak, tapi yang pasti aku memiliki kesan yang kuat tentang dirinya melalui teman-teman yang lain.

 Saat itu, kalau tidak salah ingat, adalah hari pertama aku sebagai murid baru di suatu SD. Disaat berbaris akan memasuki kelas ada 2 atau 3 murid yang berjalan dari kantor guru. Saat mereka berjalan menuju kelas yang juga saya tuju, teman-teman yang lain meneriaki salah satu dari 2 atau 3 murid itu. Dan itu adalah dia. Dia mendapat teriakan dari teman-teman sekelasnya, mereka mengatakan padaku, “Jangan, jangan main sama si dia”

Aku tak begitu yakin ada yang mengatakan secara langsung atau tidak tapi yang pasti image “dia miskin” adalah sebab dia di jauhin dari teman-teman yang lain. Dia yang penampilannya beda dari yang lain seakan semakin membuat kesan miskin didirinya.

Dulu memang aku tak dekat dengan dia. Bukan karena aku menghindar tapi teman sepermainanku memang tak ada yang dekat dengan dia, jadi aku seperti terbawa arus, bermain seperti apa yang teman sepermainanku mainkan. Aku tak pernah menyapa dirinya karna kesempatan untuk itu tidak ada.

Sampai akhirnya di suatu pagi, ketika aku masih siap-siap untuk ke sekolah di teras rumah sudah ada dia. Menungguku untuk berangkat bersama. Tanpa ku minta, dia datang dan menungguku berbenah untuk sekolah.

Tidak satu atau dua hari, dia datang setiap hari sampai akhirnya kami akrab. Bapak ibu pun mengenal dia sebagai teman yang baik. Dan, heyyyy, memang tak ada yang salah dengan dirinya untuk dijauhi. Walaupun tetap, di sekolah dia selalu menjadi bual-bualan teman-teman. Dan aku yang tak begitu berani, tak bisa berbuat apa-apa untuk dia. Yang ku tau dia hanya bisa mendengus kesal sesekali memberi tatapan marah setiap ada teman yang mengejeknya.

Karena aku tau tak bisa berbuat banyak, maka aku selalu menerima kedatangan dia di pagi hari. Ada kalanya aku bertanya dalam hati “kenapa dia mendekatiku?” di saat aku tau dia dijauhin oleh yang lain. Ada kalanya aku ragu untuk menerima dia tapi aku tau dia yang sudah sering diejek pasti sudah sering terluka. Mana mungkin aku ikut menolak untuk di ‘jemput’ saat teman yang lain semakin tega membully nya?

Akhirnya, kegiatan dia yang selalu menghampiriku berlangsung sampai kelulusan dan kita berpisah saat masuk SMP, karena kita masuk di sekolah yang berbeda. Alhamdulilah, saat SMP dan SMA aku tidak mendengar sesuatu seperti “jauhi dia” seperti saat SD dahulu. Itu berarti semua temannya, berkawan tanpa membedakan, aku senang mengetahuinya. Karena sejujurnya aku khawatir dia masih diperlakukan tidak adil.

Sekarang, aku senang tali silaturahmi aku dan dia masih terjaga, masih saling mengunjungi dan cerita sembari mengambil gambar kita berdua, selfie. Bapak ibupun sampai sekarang masih ingat dia, “dia yang dulu ngampiri kamu terus itu kan?” “gimana kabarnya?”
***  

Hey kamu yang sebagai dia disini, aku kagum kamu bisa melupakan dan menganggap angin lalu ocehan teman-teman dulu yang menyakitimu. Aku kagum dengan sifatmu yang mau sesekali berkumpul reuni ketika aku mengajakmu. Aku kagum sekaligus kesal saat kemaren kamu menceritakan mengapa obrolan di grup SD menyangkut-nyangkut nama mu ketika dia sama sekali tak berkomentar.

Aku kagum dengan mu yang tak mau meninggalkan grup ketika ku minta, agar tidak merasa tersakiti. Namun ternyata kamu menolaknya  karena katamu sikap itu seperti anak kecil, lalu ku katakan bahwa kamu berhak marah, dan yang seperti anak kecil adalah mereka yang sampai sekarang tak berubah.

Akupun kesal mengapa kawan lama yang-sudah-tak-muda-lagi tidak berpikir bahwa apa yang mereka ucapkan menyakiti hati orang.

Hey kamu yang sebagai dia disini, semoga kamu segera bertemu dengan pangeran terbaik yang sudah Allah siapkan ya? Yang bisa menjaga hatimu untuk tetap lapang dan selalu positif thinking.

Hey kamu, sampai kapan pun kamu adalah temanku yang tak seharusnya diberlakukan tak adil.

Salam, dariku.

You May Also Like

0 komentar