instagram twitter
  • Home
  • Thoughts
  • Hobby
    • Books
    • Experience
    • Traveling
  • About
  • Contact
  • Creations

Rani Wijaya

“We write to taste life twice, in the moment and in retrospect.” ― Anaïs Nin

Klik.

Seperti biasa alunan lagu Gee milik Girls’ Generation mengalun, salah satu girlband ternama Korea yang banyak digandrungi peminat musik K-pop, Fara salah satunya. Gadis belia yang namanya tercatat dalam salah satu SMA swasta bergengsi di Jakarta.

Suka sama mereka bukanlah tanpa alasan bagi Fara tapi bukan berarti mudah membeberkan alasan kecintaannya pada girlband ngetop tersebut pada sebagian temannya. Banyak yang mempertanyakan mengapa ia menjatuhkan pilihannya pada girlband papan atas itu.

“Kenapa lo suka mereka sih Far? Lo kan cewek, harusnya lo suka Super Junior. Cowok-cowok yang kelewat ganteng,” ucap Dina, sahabatnya, sambil sekilas memperlihatkan sebuah foto ke Fara lalu sedetik kemudian memajukan bibirnya, mencium-cium cowok yang ada di foto itu, siapa lagi kalau bukan Siwon, anggota Super Junior.

“Nah! Itu-tu yang bikin gue nggak mau ngefans sama boyband,” tunjuk Fara ke arah Dina saat menciumi handphonenya sendiri, “gue nggak mau jadi kelihatan gila dimata orang. Nyium HP yang jelas-jelas benda mati,” balas Fara kejam. Tapi sekejam-kejamnya jawaban Fara pasti dilanjutkan dengan tawanya, “hahahaha... see? Cukup lo aja yang jadi gila gitu. Gue mah ogah!”

“huu.. rese’ lo!!” Dina mengalihkan pandangan dari handphonenya,  menatap Fara. Tak mau kalah, Dina pun menatap kejam Fara. Siap menyerang, “lo itu juga kelihatan gila tau! Lo cewek, kalo lo normal harusnya lo sukanya sama cowok. Bukan sama mereka!” tunjuk Dina berapi-api pada sebuah poster berukuran A3 yang tertempel di dinding kamar Fara, poster Girls’ Generation. Sebuah poster yang menampilkan sembilan cewek berparas sempurna. Kakinya yang panjang dan tubuhnya yang ramping dibalut jelana jeans panjang dan kaos putih. Sangat sempurna bagi cewek-cewek yang mengidamkan tubuh ideal, setidaknya itu yang dipikirkan Fara.

BUK!!!

Sebuah bantal kecil menimpa tubuh Fara. Ya, Fara sengaja melemparkannya, “yee lo juga taukan kalo gue normal, buktinya gue masih jalan sama Ari. Lo ah! Basi tau alasan lo buat bilang gue nggak normal. Ini Cuma ngefans keles,” ucap Fara menirukan sinetron di TV, “jangan kira cinta ke-ngefans-an itu layaknya cinta seorang kekasih. Basi lo ah,” merasa menang dengan jawabannya Fara pun menjulurkan lidahnya ke arah Dina lalu disusul dengan tawanya.

Bagi Fara ada alasan kuat mengapa dirinya menjadikan Girls’ Generation sebagai idolanya selain karena kekompakan, kekonyolan dan suara mereka yang apik. Alasan terkuat itulah yang tidak bisa disampaikan langsung kepada orang sebelum ia membuktikannya. Alasan itu adalah kesempurnaan tubuh seluruh anggota Girls’ Generation. Ya, Fara ingin memiliki tubuh layaknya Tiffany cs itu. Tubuh yang ideal.

Badan Fara memang termasuk jajaran orang yang memiliki index BMI 28, overweight. Jauh dari kata ideal. Berangkat dari cermin yang selalu memantulkan tubuh tambun itulah kini Fara berada, menjatuhkan pilihan tubuh ideal pada Girls’ Generation. Fara memasang poster girlband tersebut di kamarnya karena ia sepaham dengan anjuran Rhonda Byrne dalam bukunya The Secret untuk sering-sering melihat foto sesuatu yang diinginkan, agar cepat lebih semangat untuk mendapatnyakannya.

Untuk merealisasikan itu semua Fara melakukan banyak perubahan, dari gaya hidup sehat sampai rutin berolahraga. Bagi Fara yang menyandang status pelajar SMA yang mengharuskan dirinya sampai di sekolah jam 7 sangat sulit untuk olahraga dipagi hari. Oleh karena itu Fara hanya memulai usahanya dengan lompat tari di halaman rumahnya.

Fara yang sudah menjalani satu bulan kegiatan lompat tali ini berhasil membuat lengan tangannya menjadi lebih kencang. Timbunan lemak dalam lengannya berkurang karena ayunan tangannya dalam menngerakan tali. Walaupun index BMInya masih berkisar di range overweight tapi bagi Fara ini adalah salah satu kemajuan.

Hap. Hap. Hap.

Setiap jam lima pagi pasti sudah terdengar bunyi hentakan tali yang menyentuh semen teras Fara. Juga efek getaran tanah dari tubuhnya yang lompat-lompat. Dari gaya bebas, gaya satu kaki, gaya lari ditempat sampai gaya kupu-kupu sudah dicobanya. Dua bulan menjalani lompat tali rupanya membuat Dina cukup iri dengan perubahan tubuh Fara.

“ajarin gue yang gaya kupu-kupu yah. Biar selain tubuh gue kenceng kayak lo, gue juga bisa pamer sama adek gue kalo lompat tali itu juga ada yang gaya kupu-kupu. Nggak cuma renang,” timpal Dina suatu hari.

“gampang, lo cuma perlu ngelilitin tali di tangan terus pindahin itu tali di atas kepala lo,” ucap Fara menjelaskan tanpa tali di tangannya.

“pake tali dong ngejelasinnya,” Dina melemparkan tali pada Fara.

Tanpa banyak bicara lagi Fara menangkap tali itu lalu hap hap hap. Fara mempraktekan lompat tali gaya kupu-kupu, “lo perhatiin ya,” Seperti sudah ahli Fara berlompat-lompat sambil bicara dan mempraktekan persis seperti yang ia katakan pada Dina, “asal lo tau ya Din, alasan terbesar gue ngidolain Girls’ Generation itu sebenernya karena gue pengen punya badan kayak mereka,” terang Fara setelah cukup yakin perubahan kecil pada tubuhnya dapat memberikan bukti kalau dirinya sungguh-sungguh, “sempurna. Ideal.”

Mata Dina terbelalak, kaget. “huahahaha,” responnya.

“lo boleh ketawa tapi lihat dong ke-ngefans-an gue membuahkan hasil. Lihat nih lengan tangan gue,” Fara menyudahi lompat talinya, berubah memperlihatkan lengannya yang kini tampak lebih kecil tanpa timbunan lemak.

Dinda menghentikan tawanya, “iya gue akuin hebat sih lo. Lo kelihatan lebih fresh dibanding kemarin. Lo juga jadi suka dandan,”tunjuk Dina pada wajah Fara, “ini juga karena lo ngefans?” tanyanya.

Fara tersenyum mengiyakan.

“gue akuin lo keren,” puji Dina, “dengar ya, gue bakalan ngidolain Girls’ Generation juga kalo lo beneran bisa kayak mereka.”

Kini gantian Fara yang terbelalak kaget, “oke! Beneran lo ya. Janji?” Fara mengangkat kelingking tangannya. Meminta perjanjian.

“iya,” seru Dina mengaitkan jari kelingkingnya pada jari Fara, “tapi gue nggak yakin lo bisa.” Ucapnya meremehkan.

“lihat aja besok,” jawab Fara santai, “mulai besok gue mau daftar nge-gym dan jogging tiap hari,” Fara mengedipkan matanya yang disusul dengan tawanya, “lo bakal kalah, gue jamin. Gue siapin deh poster Girls’ Generation buat dipasang di kamar lo juga.”

“terserah lo Far, tapi gue yakin lo nggak mampu,” ucap Dina sambil melempar sandal ke arah kaki Fara. Menutupi keraguan dalam jawabannya sendiri.

***
Diikut sertakan dalam #deskripsikeringat @KampusFiksi.
935 kata



Sunday, August 31, 2014 No komentar
Kamera? Di jaman sekarang ini keberadaan kamera sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Kemana pun kita berada pasti selalu ada kamera. Nggak percaya? Coba tengok ponsel kita. Aplikasi kamera pasti ada.

Narsis ataupun tidak narsis, hari gini, kamera sudah bukan hal yang di anggap mewah lagi. Well, beda sih kalau kita bicara kualitas kamera –bukan ini yang mau dibicarakan. Karena berbagai produsen ponsel kini tengah gentar berusaha memuaskan keinginan konsumen salah satunya dengan adanya kamera, dari ponsel menengah ke bawah sampai yang ke tingkat “dewa”.

Adanya kamera memungkinkan kita mengambil setiap moment yang terjadi di sekitar kita, sigap setiap saat. Jepret sana sini sampai tidak terasa memory di ponsel atau camdig kita habis. Biasanya nih ya kalau memory udah habis dan apesnya terjadi saat masih banyak moment yang ingin difoto alias naluri kenarsisan belum mereda maka dengan buru-buru kita menghapus simpanan foto di galeri. Dilihat satu persatu sampai akhirnya, moment yang dulu belum sempat dicetak terhapus. Sayangkan.

Ah ini jelek, hapus!

Ini juga, hapus!

Ini apalagi, Cuma pemandangan, hapus!

Ah pose kayak gini besok bisa foto lagi, hapus!

Atau saat memory ponsel penuh, kita pindahkan semua foto ke laptop kita. Dan kita biarkan foto itu berjamur di laptop. Iyakan? Begitu seterusnya kita lakukan sampai memory di laptop pun ikutan penuh. Nah lo...

Sebenernya sayang banget foto yang sempat diambil belum diabadikan. Esensi foto jadi berkurang rasanya karena selama ini sering foto-foto dan hasilnya cuma bakal diupload di media social. Atau mungkin malah nggak diupload? Nah kan...
Kalau orang jaman dulu begitu foto-foto dan rol film yang digunakan sudah habis maka dengan segera akan mencetak itu foto untuk dilihat hasilnya. Karena memang itu satu-satunya cara. Hasil cetak foto tersebut selanjutnya disimpan di album, disimpan bertahun-tahun ke depan bahkan berpuluh-puluh tahun. At least buat kenangan saat kita sudah punya cucu.

Adanya laptop bukan berati nggak bisa disimpan bertahun-tahun tapi ya itu esensinya berkurang lagi. Mungkin, karena begitu kita foto dan hasilnya dapat langsung dilihat akhirnya membuat keinginan kita buat mencetak foto jadi berkurang. Atau mungkin karena kita terlalu sering berfoto jadi buat apa dicetak?

Cetak foto bukan berati lantas mencetak semua pose selfie kita, mencetak foto lebih kepemilihan foto kebersamaan seperti saat piknik, atau yang lain. Ada sih yang tetap cetak foto tapi kebanyakan itu yang foto di studio atau yang pakai jasa fotografer. Sebut saja pas foto, foto wisuda, foto pernikahan. Kalau foto piknik atau foto yang berbau kebersamaan lebih jarang, karena kebanyakan cuma diupload di facebook. Atau tersimpan rapi dalam sebuah folder.


Dari pemikiran itu saat melihat kumpulan foto di laptop terlebih saat mudik lebaran kemarin menemukan album foto jaman sd, akhirnya sebuah eksekusi muncul “Aku mau cetak foto!!”

Lihat foto-foto lama yang bisa dibawa kemana-mana tanpa beban berat (nyindir foto yang di laptop :p) itu ternyata mengasyikan! Setiap foto yang dilihat menumbuhkan kembali ingatan yang bahkan sudah terjadi puluhan tahun silam. Seperti terjun kemasa lalu, tiap lihat foto pasti bilang “ah! Ini waktu ini, waktu itu, waktu..”

30 oktober 1999. Ini foto di ambil dirumah tetangga,rumah anak kecil yang pakai baju garis-garis. Waktu itu saya ulang tahun ke 6. Ingat sekali, dulu selesai difoto dengan pose ini kepala saya dipukul pake baterai sama itu anak. Haha nggak ada keterangan peristiwa pemukulan itu tapi tiap melihat foto ini rasanya langsung kembali ke jaman itu dan pukulannya masih terasa, PLAAK!!

“bagaimana aku akan menunjukan kenangan mudaku pada anak atau cucuku kelak? Masa kecilku banyak berjejer foto-foto tapi saat aku beranjak dewasa? #cieleh masa cuma ada di laptop ajaaa?! ”

Nggggg

Emmmm

Hmmmm

akhirnya.....................

TARRA!!!
Foto yang tercetak sudah disimpan di album :)
Nggak ada salahnya kan kita menyimpan kenangan kita dalam sebuah album foto real, yang tercetak. Yakin lah, selain tulisan, keberadaan foto selalu menyimpan kenangan tersendiri^^
Friday, August 22, 2014 No komentar
Agenda sabtu tadi ini adalah reuni kecil-kecilan. Tapi nggak tau mimpi apa semalem bisa-bisanya hari ini dapet surprise waktu jaga pagi di apotek.


Jadi cerita nya tadi waktu ngambilin sampah di apotek— shif pagi– liat ada orang gila—keliatan dari bajunya– dari arah utara. Kebetulan tu orang gila juga ngelihatin, jadi secara langsung kita pandang-pandangan :(

Sadar kalo orangnya ngelihatin jadilah buru-buru lari ke dalam apotek, takut!
berharap orang gilanya bakal cuma lewat depan apotek.


Tapi,

1 menit berselang...

KLEK! *pintu apotek kebuka*

Here we go

OG : mbak ini apotek ya?

me : iya *mikir : kalo bisa tanya berati nggak gila*


OG : ...... 

me : .....


OG : ini dimana mbak?

me : wonosari, jl wonosari

OG : .... *diem liatin poster obat*

me : gimana? *mendekat, lalu mundur perlahan begitu liat barang mencurigakan ditangannya — kalo nggak salah benda tajam*

OG : blablablabla?

me : apa? *semakin menjauh*

OG : blablabla?

me : apa?

OG : ogatau ya mbaknya

me : ...... *kedepan pintu, siap-siap lari, takutnya bukan main*

OG : aku mau nimbang ya mbak

me : iya!

OG : *berdiri di atas timbangan sambil liatin poster obat*
me : *di depan pintu, 1,5 m dari orangnya.*


OG : .....
me : .....
OG : ....
me : .....


15 menit kemudian

OG : udah mbak *turun dari timbangan, liat angkanya* berapa mbak?

me : *masih 1,5 m jauhnya* ngggg... 40

OG : oooya, udah ya mbak *keluar apotek, duduk di depan apotek!! :((*

me : *narik kursi ke depan pintu, duduk. Masih siap2 buat minta tolong.

OG : *ngerokok, ketawa sendiri*

me : *hopeless*:(
Saturday, August 09, 2014 No komentar

Ketakutanku kali ini benar-benar menyeruak perlahan dari dalam. Aku sangat takut. Seolah aku ingin menangis, membayangkan negeriku tercinta ini. Tolong. Jangan rampas negeri ini, jangan rampas kekayaan negeri ini dengan harta mu yang bahkan sekejap dapat habis. Jangan serahkan Indonesia pada bangsa asing. Jangan biarkan Indonesia dijajah pelan-pelan...
...
...
...

Friday, August 01, 2014 No komentar
Newer Posts
Older Posts

About me


Halooo! Aku Rani~ Blog ini hanya berisikan cerita sehari-hari, ambil yang baik-baiknya aja yaaa, karenaa... .

“We write to taste life twice, in the moment and in retropect.” Anais Nin

:)

Follow Me

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2020 (11)
    • ►  December (2)
    • ►  August (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (3)
    • ►  April (2)
  • ►  2019 (1)
    • ►  August (1)
  • ►  2018 (13)
    • ►  September (2)
    • ►  July (2)
    • ►  June (1)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  March (2)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2017 (29)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  June (8)
    • ►  April (2)
    • ►  March (5)
    • ►  January (9)
  • ►  2016 (16)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  July (2)
    • ►  June (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (4)
    • ►  February (1)
    • ►  January (3)
  • ►  2015 (16)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  June (2)
    • ►  April (2)
    • ►  March (3)
    • ►  February (2)
  • ▼  2014 (12)
    • ►  September (2)
    • ▼  August (4)
      • Semangat Girls' Generation
      • Cetak Foto Yuk!
      • Pengunjung Apotek Sabtu Ini
      • Prolog Sebuah Konflik
    • ►  July (3)
    • ►  April (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2013 (14)
    • ►  December (1)
    • ►  August (6)
    • ►  July (2)
    • ►  May (1)
    • ►  April (2)
    • ►  February (2)

Popular Posts

  • Bahasa Jawa Dalam Percakapan
    Saya bukan orang yang pintar berbahasa jawa. Saya lagi belajar, memperlancar. Postingan berbau bahasa jawa ini saya ambil dari ucapan seh...
  • Kulo Dereng Saget
    Dulu, beberapa kali bapak pernah bilang “sekarang kalo ngomong pake bahasa jawa. Masak orang jawa nggak bisa bahasa jawa. Masak tingga...
  • Hadapi Skripsi
    Jadi, beberapa hari yang lalu ibu cerita kalau anak temannya ibu lagi punya masalah terkait skripsi. Anaknya cewek, nangis terus, emosian,...
  • SINAU JOWO: BERBAUR DENGAN BAHASA JAWA
    Halo... Sudah lama aku pengen nulis tentang bahasa jawa yang sekarang lebih sering ku gunakan, mau tidak mau, suka tidak suka, karena terk...
  • My Chinese Name
    Ni hao ma? Wo de ming zi shi rani. Apa kabar? :) nama saya adalah rani . Hallo, di atas adalah contoh bahasa mandarin, hasil belajar bah...
Powered by Blogger.

Created with by ThemeXpose