I Love Jakarta, But...
Yeey, akhirnya
kembali ke Jogja setelah 3 hari ada di perjalanan Semarang-Bandung-Jakarta
dalam rangka kunjungan industri. Banyak cerita yang pengen dishare terutama
dengan suasana di kota Jakarta. Kota yang terkenal dengan macetnya itu. Pengen
buru-buru kelar ngetik ceritannya ini supaya pikiran-pikiran yang terlintas
ketika diperjalanan terekam dalam tulisan yang abadi hihi.
Btw, saya baru
sampe Jogja tadi pagi jam setengah 8 dan sekarang sudah ada di depan laptop
buat ketik-ketik cerita perjalanan kemaren. Dari 3 kota yang dikunjungi kemaren
mungkin cuma Jakarta yang paling berkesan. Berkesan karena akhirnya bisa lihat
langsung suasana kotanya. Selama ini kan cuma lihat di tv ma ftv-ftv haha.
Gimana macetnya, gimana bangunan yang menjulang tinggi, gimana kumuhnya
rumah-rumah yang dibangun ditempat yang nggak semestinya dan lain-lainnya bakal
di review satu-satu.
Dimulai dengan
suasan kota Jakarta, suasana di Jakarta baru bisa dinikmati saat pagi hari,
saat dalam perjalanan menuju kawasan industri di Jakarta Timur. Disepanjang
perjalanan saya menikmati pemandangan aktivitas masyarakat kota Jakarta.
Sengaja saat mulai berangkat saya minta pada teman saya untuk tukar posisi
tempat duduk, saya minta gantian untuk duduk dipinggir jendela supaya dapat
melihat lebih dekat seperti apa jakarta itu :)
Di perjalanan
tampak jalan raya jakarta yang lebih lebar dibanding di Jogja, tapi tetap saja
penuh dengan kendaraan-kendaraan. Memang nggak semua jalan di Jakarta macet tapi
pasti ada 2 atau 3 atau lebih saya yakin titik macet di Jakarta. Macetnya
Jakarta ini rata-rata dikarenakan banyaknya mobil-mobil pribadi, jadi nggak
heran kenapa Jakarta itu nggak bisa lepas sama yang namanya kemacetan.
Di
bangunan-bangunan kecil tempat bekerja pun halaman parkir dipenuhi dengan mobil
pribadi, jadi mikir “ini orang-orang kantoran bawaannya mobil semua kali ya?”
pantes kan macet, saya berguman akan kemungkinan dari pikiran sendiri. Melihat
banyaknya mobil pribadi yang menghiasi kota jakarta membuat saya berpikir lagi
“sebanyak apakah gaji bekerja di kota Jakarta ini sampai-sampai para pekerja
mengendarai mobil ke kantor-kantor?” “jadi inikah alasan kenapa Jakarta menjadi
tujuan utama dalam mencari pekerjaan?” atau “apakah
memiliki dan mengendarai mobil sudah menjadi kebutuhan primer di kota jakarta?”
hmm.. itulah pertanyaan-pertanyaan wisatawan yang terheran-heran dan nggak tau
mau ditanyakan pada siapa:)
Dari deretan
mobil yang menjuntai panjang itu hanya beberapa motor yang terlihat berusaha
mencari jalan di antara sela-sela mobil. Sepenglihatan saya pengendara motor
lebih sedikit dibanding pengendara mobil. Keadaan ini berbeda banget sama di
Jogja, di Jogja kemacetan keramaian kendaraan mulai terlihat karena
banyaknya kendaraan roda dua. Banyak banget. Mungkin ini berhubungan sama
semakin banyaknya mahasiswa di kota pelajar satu ini. Kalo boleh saya
sederhanain perbandingan motor:mobil di jogja itu 7:3 sedangkan di Jakarta
perbandingannya kebalikannya, 3:7. Terlihat jelas banget perbedaan alasan di
balik kemacetan Jakarta dan Jogja. Bahkan di Jakarta jalanannya lebih lebar dan
banyak jembatan layang tapi kemacetan tetap menghiasi kota itu.
Begitu pula di
jalan tol, kemacetan nggak bisa dihindari. Kalo merujuk definisinya, jalan tol
kan jalan bebas hambatan tapi kenyataannya hambatan tetap ada, kemacetan. Iya
apalagi kalo bukan kemacetan. Hitungan panjangnya nggak cuma meter-meteran tapi
ini udah kilo-kiloan, yap kilometer-an deretan mobil yang dengan sabar menunggu
untuk dapat berjalan. Buat pengemudi-pengemudi yang sabar menghadapi kemacetan
ini saya takjub. Takjub sekali dengan kesabarannya buat sabar menanti giliran
jalannnya. Takjub melihat pengendara bersedia jalan merayap tiap kemacetan
terjadi. Saya membayangkan kalau saya ada di posisi itu setiap hari, ahh.. apa
jadinya ya? Melihat deretan mobil yang sangat panjang saja saya merinding
apalagi merasakannya. Mungkin ada benarnya, Jakarta tidak untuk orang yang
lemah 
Selain kemacetan,
di sepanjang perjalanan saya juga melihat banyak fasilitas jembatan
penyebrangan yang disediakan. Baik yang dihubungkan dengan pemberhentian
transJakarta maupun yang bukan. Fasilitas yang keren sih menurut saya mengingat
lebar dan ramainya jalanan di Jakarta jadi pasti sulit dan berbahaya bila
menyebrang langsung. Fasilitas yang nggak ditemui di kota Jogja #yaiyalah hihi
Jalanan-jalanan
di kota Jakarta menurut saya juga keren :D tapi ya terlepas dari kemacetannya
hihi, suka aja sama jalanan yang lebar dan jalan layangnya yang banyak sekali
gitu. Hanya perlu di tata sedikit lagi diikuti ketaatan pengguna jalan pasti
Jakarta bakal jadi lebih cantik lagi. Akan semakin indah dan cocok dengan
sebutan kota metropolitan. Ya kan?
Belum lagi
bangunan-bangunan yang menjuntai tinggi. Apartement, Rumah susun, perkantoran,
hotel, semuanya mewah. Bangunan elit, mewah, dan gagah berdiri menghiasi kota
metropolitan itu. Cocok dan pantes buat ibu kota yang high class dibanding
kota-kota lainnya, tapi sayangnya #lagi nggak bisa dielakkan kalo di Jakarta
itu juga ada rumah yang berbanding 180O sama bangunan yang mewah itu. Rumah yang
berdempet-dempetan dan kumuh karena di bangun ditempat yang tidak semestinya.
Miris loh lihat secara langsung. Lingkungan yang sama sekali nggak pantes buat
ditinggalin, setidaknya tidak dengan bangunan yang seperti itu. Saya yang
notabene orang Indonesia melihat itu saja kaget apalagi orang nonIndonesia yang
tidak sengaja melihat secara langsung.
Bener-bener itu
PR buat pemerintah DKI Jakarta buat membenahi kawasan pemukiman seperti itu.
Entah bagaimana caranya, yang pasti tidak mengabaikan hak asasi manusia, semoga
pemerintahan DKI Jakarta dapat segera membenahinya. Mewujudkan kota Jakarta
yang indah tanpa pemukiman yang tak seharusnya itu. Menjadikan Jakarta yang
cantik, indah, dan nyaman.
So Jakarta...Yes true that i love you but... I choose to live in Jogja <3 setidaknya untuk saat ini :)
0 komentar