­

I Love Jakarta, But...

by - Tuesday, November 17, 2015


Welcome back Jogjaaa 

Yeey, akhirnya kembali ke Jogja setelah 3 hari ada di perjalanan Semarang-Bandung-Jakarta dalam rangka kunjungan industri. Banyak cerita yang pengen dishare terutama dengan suasana di kota Jakarta. Kota yang terkenal dengan macetnya itu. Pengen buru-buru kelar ngetik ceritannya ini supaya pikiran-pikiran yang terlintas ketika diperjalanan terekam dalam tulisan yang abadi hihi.

Btw, saya baru sampe Jogja tadi pagi jam setengah 8 dan sekarang sudah ada di depan laptop buat ketik-ketik cerita perjalanan kemaren. Dari 3 kota yang dikunjungi kemaren mungkin cuma Jakarta yang paling berkesan. Berkesan karena akhirnya bisa lihat langsung suasana kotanya. Selama ini kan cuma lihat di tv ma ftv-ftv haha. Gimana macetnya, gimana bangunan yang menjulang tinggi, gimana kumuhnya rumah-rumah yang dibangun ditempat yang nggak semestinya dan lain-lainnya bakal di review satu-satu.

Dimulai dengan suasan kota Jakarta, suasana di Jakarta baru bisa dinikmati saat pagi hari, saat dalam perjalanan menuju kawasan industri di Jakarta Timur. Disepanjang perjalanan saya menikmati pemandangan aktivitas masyarakat kota Jakarta. Sengaja saat mulai berangkat saya minta pada teman saya untuk tukar posisi tempat duduk, saya minta gantian untuk duduk dipinggir jendela supaya dapat melihat lebih dekat seperti apa jakarta itu :)

Di perjalanan tampak jalan raya jakarta yang lebih lebar dibanding di Jogja, tapi tetap saja penuh dengan kendaraan-kendaraan. Memang nggak semua jalan di Jakarta macet tapi pasti ada 2 atau 3 atau lebih saya yakin titik macet di Jakarta. Macetnya Jakarta ini rata-rata dikarenakan banyaknya mobil-mobil pribadi, jadi nggak heran kenapa Jakarta itu nggak bisa lepas sama yang namanya kemacetan.

Di bangunan-bangunan kecil tempat bekerja pun halaman parkir dipenuhi dengan mobil pribadi, jadi mikir “ini orang-orang kantoran bawaannya mobil semua kali ya?” pantes kan macet, saya berguman akan kemungkinan dari pikiran sendiri. Melihat banyaknya mobil pribadi yang menghiasi kota jakarta membuat saya berpikir lagi “sebanyak apakah gaji bekerja di kota Jakarta ini sampai-sampai para pekerja mengendarai mobil ke kantor-kantor?” “jadi inikah alasan kenapa Jakarta menjadi tujuan utama dalam mencari pekerjaan?” atau “apakah memiliki dan mengendarai mobil sudah menjadi kebutuhan primer di kota jakarta?” hmm.. itulah pertanyaan-pertanyaan wisatawan yang terheran-heran dan nggak tau mau ditanyakan pada siapa:)

Dari deretan mobil yang menjuntai panjang itu hanya beberapa motor yang terlihat berusaha mencari jalan di antara sela-sela mobil. Sepenglihatan saya pengendara motor lebih sedikit dibanding pengendara mobil. Keadaan ini berbeda banget sama di Jogja, di Jogja kemacetan keramaian kendaraan mulai terlihat karena banyaknya kendaraan roda dua. Banyak banget. Mungkin ini berhubungan sama semakin banyaknya mahasiswa di kota pelajar satu ini. Kalo boleh saya sederhanain perbandingan motor:mobil di jogja itu 7:3 sedangkan di Jakarta perbandingannya kebalikannya, 3:7. Terlihat jelas banget perbedaan alasan di balik kemacetan Jakarta dan Jogja. Bahkan di Jakarta jalanannya lebih lebar dan banyak jembatan layang tapi kemacetan tetap menghiasi kota itu.

Begitu pula di jalan tol, kemacetan nggak bisa dihindari. Kalo merujuk definisinya, jalan tol kan jalan bebas hambatan tapi kenyataannya hambatan tetap ada, kemacetan. Iya apalagi kalo bukan kemacetan. Hitungan panjangnya nggak cuma meter-meteran tapi ini udah kilo-kiloan, yap kilometer-an deretan mobil yang dengan sabar menunggu untuk dapat berjalan. Buat pengemudi-pengemudi yang sabar menghadapi kemacetan ini saya takjub. Takjub sekali dengan kesabarannya buat sabar menanti giliran jalannnya. Takjub melihat pengendara bersedia jalan merayap tiap kemacetan terjadi. Saya membayangkan kalau saya ada di posisi itu setiap hari, ahh.. apa jadinya ya? Melihat deretan mobil yang sangat panjang saja saya merinding apalagi merasakannya. Mungkin ada benarnya, Jakarta tidak untuk orang yang lemah

Selain kemacetan, di sepanjang perjalanan saya juga melihat banyak fasilitas jembatan penyebrangan yang disediakan. Baik yang dihubungkan dengan pemberhentian transJakarta maupun yang bukan. Fasilitas yang keren sih menurut saya mengingat lebar dan ramainya jalanan di Jakarta jadi pasti sulit dan berbahaya bila menyebrang langsung. Fasilitas yang nggak ditemui di kota Jogja #yaiyalah hihi

Jalanan-jalanan di kota Jakarta menurut saya juga keren :D tapi ya terlepas dari kemacetannya hihi, suka aja sama jalanan yang lebar dan jalan layangnya yang banyak sekali gitu. Hanya perlu di tata sedikit lagi diikuti ketaatan pengguna jalan pasti Jakarta bakal jadi lebih cantik lagi. Akan semakin indah dan cocok dengan sebutan kota metropolitan. Ya kan?

Belum lagi bangunan-bangunan yang menjuntai tinggi. Apartement, Rumah susun, perkantoran, hotel, semuanya mewah. Bangunan elit, mewah, dan gagah berdiri menghiasi kota metropolitan itu. Cocok dan pantes buat ibu kota yang high class dibanding kota-kota lainnya, tapi sayangnya #lagi nggak bisa dielakkan kalo di Jakarta itu juga ada rumah yang berbanding 180O  sama bangunan yang mewah itu. Rumah yang berdempet-dempetan dan kumuh karena di bangun ditempat yang tidak semestinya. Miris loh lihat secara langsung. Lingkungan yang sama sekali nggak pantes buat ditinggalin, setidaknya tidak dengan bangunan yang seperti itu. Saya yang notabene orang Indonesia melihat itu saja kaget apalagi orang nonIndonesia yang tidak sengaja melihat secara langsung.

Bener-bener itu PR buat pemerintah DKI Jakarta buat membenahi kawasan pemukiman seperti itu. Entah bagaimana caranya, yang pasti tidak mengabaikan hak asasi manusia, semoga pemerintahan DKI Jakarta dapat segera membenahinya. Mewujudkan kota Jakarta yang indah tanpa pemukiman yang tak seharusnya itu. Menjadikan Jakarta yang cantik, indah, dan nyaman.

So Jakarta...Yes true that i love you but... I choose to live in Jogja <3 setidaknya untuk saat ini :)

You May Also Like

0 komentar