instagram twitter
  • Home
  • Thoughts
  • Hobby
    • Books
    • Experience
    • Traveling
  • About
  • Contact
  • Creations

Rani Wijaya

“We write to taste life twice, in the moment and in retrospect.” ― Anaïs Nin


Hallooo Rani.. lagi apa sekarang?? Semoga masih semangat seperti saat surat ini ditulis. Ini surat khusus untuk kamu dari aku. Ya, kamu dan aku adalah Rani. Bedanya kamu yang sekarang sudah lebih tua dari Rani saat menulis ini. hihi.

Sebelum membaca lebih jauh, mungkin ada yang mengerutkan kening, bertanya, ini surat dalam rangka apa ?

Ehem! Jadi surat ini ditulis dalam rangka tantangan #menulis7harinonstop. Tulisan lama, tapi baru sempat upload sekarang. Dulu waktu nulis surat ini terpikir 'suratnya kayak gini nih yang mau saya tujukan untuk diri saya sendiri?' agak ragu tapi toh ternyata selesai juga. Dan ternyata? Lucu juga nulis surat untuk masa depan. Cukuplah untuk membuat diri sendiri tersenyum flashback ke hari dimana surat ini ditulis. 

oke, sekian prolog surat ini sebelum semakin panjang.  Silahkan lanjut baca bagi yang tertarik :D

Masih ingatkah kamu kapan surat ini ditulis? Dan mengapa? Aku harap kamu masih ingat, alasan, tempat, dan waktu. Bahkan kalau perlu detail setiap kejadian dan suasana hari ini. Kalau kamu lupa-lupa ingatpun tak apa, melalui surat ini ku khususkan untuk menceritakan rinci kegiatan di hari ini 7 september 2016.

Oke baiklah, kegiatan hari ini dimulai dari jam setengah 5. Seperti biasa, kamu bangun karena alarm dan bergegas bangun keluar mengambil handuk yang disampirkan di jemuran depan teras kos. Punya kamu dan Mbak Dyah. Setelah itu kamu segera mandi, sementara mbak diah masih tidur untuk menunggu giliran mandi. Selesai mandi, kamu membangunkan mb dyah kemudian seperti biasa menanak nasi menggunakan rice cooker, menyetrika baju yang akan dipakai. Untuk sarapan, seperti hari-hari sebelumnya mbak dyah lah yang selalu keluar membeli sayur dan lauk. Mbak dyah banyak berjasa dalam membeli makanan.

Biasanya, jam setengah 7 kamu sudah keluar kos untuk segera berangkat kuliah tapi hari ini tidak. Kamu masih ribet dengan pakaian yang kamu kenakan, santai menyikapi waktu “ah telat berangkat 10 menit dari biasanya nanti juga sampe kampusnya jam 7 kok” awalnya kamu berpikiran seperti itu tapi tidak lama kemudian kamu tersadar bahwa setiap hari Rabu ada pretest sebelum kuliah. Pretest adalah tanda kehadiran, terlambat datang dan tidak mengerjakan pretest akan dihitung tidak masuk mata kuliah pagi itu, praktikum KIE, walaupun tetap boleh mengikuti kuliah. Gawat! Seketika itu juga kamu mempercepat semuanya. Segera memakai jaket, kaos kaki, memasukkan buku MIMS, mengunci pintu dan mengambil motor.

Saat akan menyalakan motor kamu merasakan sesuatu yang aneh, yang membatasi kakimu untuk menyanggah motor. Ah, ternyata! Rok hitam yang kamu kenakan saat itu adalah rok model span, bukan rok model A yang biasanya. Pantas saja, kaki sulit untuk menapaki tanah saat sudah di motor. Salah rok!! Seketika kamu lihat jam, “kurang 20 menit lagi, ganti rok hanya akan membuang-buang waktu.”

Dan akhirnya kamu memutuskan untuk tidak mengganti rok. Tetap melanjutkan berangkat kuliah dengan sedikit keribetan saat terkena lampu merah, harus menyanggah berdirinya motor dengan menaikkan rok atau hanya satu kaki yang menapaki tanah. Untuk mengejar waktu, kamu juga memutuskan untuk mengendarai motor dengan kecepatan lebih dari biasanya. Hasilnya? Kamu berhasil masuk kampus jam 7 kurang 3 menit. Masih ada sisa waktu 3 menit untuk berjalan ke kelas, eh tapi ternyata untuk mendapatkan parkiran tak secepat biasanya. Rameee,,, terjadi antrian panjang untuk masuk ke halaman parkir belakang. Resiko berangkat siangan ya seperti ini. Seketika itu menyesali kenapa berangkat siang, percuma kan sampai kampus jam 7 kurang (dikit) tapi masuk ke kelasnya jam 7 lebih (dikit) kalo tetep telat ikut pretest. Berkali-kali kamu lihat jam ditangan dan menengokkan kepala ke atas, ke lantai 3 tempat ruang kuliah hari itu.

Ketika motor berhasil di parkir, kamu pun berjalan cepat menuju kelas, menaiki tangga dengan sedikit menaikan rok, memberi sedikit keleluasaan kaki untuk menapaki tangga. Saat dilantai 3 kamu melihat beberapa temanmu masih asik membeli makanan dikantin kejujuran, tanda bahwa dosen belum masuk, maka saat itulah kamu mengurangi kecepatan berjalan.

Benar saja, sesampainya dikelas dosen belum masuk. Kamu mencari tempat duduk yang sudah di booking in teman mu. Oh ya, dijaman kuliah ini masih berlaku booking-bookingan tempat duduk loh. Jadi, walaupun dateng siang dengan sistem booking ini masih tetap bisa dapat tempat duduk di tengah-tengah, posisi incaran kebanyakan mahasiswa. Karena duduk si depan tak mau, belakang pun tak mau.

Selang beberapa menit kemudian bu dosen masuk, pretest pun dimulai. Pretest tentang EBM yang hanya 3 soal. Selesai pretest acara perkuliahan dimulai. Diminta menyalakan laptop yang dibawa dan mencatat beberapa point penting yang pak dosen ucapkan, iya kali ini yang mengisi adalah bapak dosen. Kuliah hari ini adalah perihal systematic review. Nah saat kamu membaca ini apa kamu masih inget apa definisi dan bentuk systematic review Ran? Hayo... Harusnya masih, karna aku harap kamu dimasa depan masih sering membuka jurnal karena kamu long live learner Ran!

Perkuliahan tentang EBM berakhir di jam 10.00 artinya itu ada jeda waktu cukup lama untuk menunggu perkuliahan selanjutnya di jam 12.30, untuk menunggu waktu kamu memutuskan untuk ikut makan di kantin belakang kampus bersama yeni dan azizah. Mereka belum sarapan, jadi mereka memutuskan untuk makan. Sementara kamu yang sudah sarapan pun tetap ikut makan hanya saja tanpa nasi! Hanya menggado mie bihun. Di sela makan-makan itu yeni dan zizah menanyai kapan mbak dyah menikah. Ku jawab tanggal 26 september, dua minggu lagi. Aku bercerita tentang kebimbanganku saat tanggal 27 septembernya, saat harus balik kembali ke jogja.

Acara jatuh hari senin dimana dengan rela kamu memutuskan bolos kuliah besok, namun untuk esoknya, selasa, kamu tak mau membolos karena ada mata kuliah untuk diskusi berkelompok. Mata kuliah sakral yang akan sulit untuk ditinggalkan. kamu bimbang untuk memutuskan kapan kembali ke Jogja. Apakah selepas acara usai, yaitu senin sore atau malam, yang artinya nanti seorang diri selepas turun bis di terminal menuju kos. Ataukah pulang selasa subuh, selepasnya turun bis langsung menuju kampus?

Nah Rani, hari ditulisnya surat ini kamu masih belum memutuskan hari apa kamu akan kembali ke jogja selepas pernikahan mbak dyah. Di hari ini juga kita (aku, zizah, yenni) membicarakan kakak laki-laki yenni yang juga bertemu jodohnya ditempat kerja, sama seperti mbak dyah.

“Tenang, kita belum kerja. Jadi belum ketemu jodoh” kata Yenni diikuti tawa kita.

Kata Yenni juga “besok kalo udah nikah kamu juga gitu kok” waktu aku tanya istri kakaknya yang apakah hijabers (sebutan kita untuk wanita dengan jilbab syar’i) dari sebelum menikah. “hijabers mah waktu udah nikah, sebelumnya juga kayak kita gini.”

Pembicaraan seputar jodoh sering menjadi bahan obrolan saat dengan teman-teman. Entah dibawa becanda atau serius, pokoknya dimasa-masa ini sering kita kaitkan dengan jodoh. Yah sewajarnya cewek yang galau lihat teman sebayanya menikah! hihi. nah Rani saat kamu membaca ini siapakah akhirnya jodohmu? Dan bagaimana kamu dulu bisa bertemu? Semoga saat kamu membaca ini kamu sudah bisa memjawab dua pertanyaan itu ...

Lanjut, jam 10.25 kita memutuskan untuk kembali ke lantai 3. Sesi kuliah praktikum komputer di awali golongan zizah, sementara kamu dan yeni mengisi sela waktu kosong dengan mengerjalan tugas kuliah yang lain sampai datang waktunya untuk masuk laboratorium.

Hmm... Rani....Cerita masih panjang tapi sekarang sudah malam, sudah 22.33, belum menyicil belajar untuk besok presentasi. Surat ini sampai disini  dulu ya, lanjutan ceritanya semoga kamu ingat sendiri. Semoga kamu berhasil menyusun kepingan-kepingan memori di tanggal 7 september ini :) Bagi oranglain surat ini mungkin tak menarik, tapi bagi kamu simpanlah surat ini dengan baik-baik ya! Setidaknya untuk nostalgia. Selamat malam Rani! Rani yang sekarang mau belajar dulu! Kalo Rani yang baca ini mau ngapain nih? :)
Tuesday, November 08, 2016 No komentar


Ada benarnya juga orang yang bercita-cita untuk menciptakan rumah sebagai tempat pulang, bukan hanya tempat tinggal. Ah... mungkin bukan ada benarnya lagi tapi memang benar adanya bila menyediakan dan menjadikanya rumah sebagai tempat pulang adalah hal terbaik bagi pasangan maupun anak-anak kelak. Sebuah cita-cita sederhana yang akan berdampak besar. 

Karena, rumah adalah tempat tujuan bagi orang-orang tersayang untuk kembali dari lelahnya aktivitas yang dijalani. Tempat ternyaman untuk menghabiskan waktu, sekalipun dengan kegiatan melelahkan untuk membereskan segala urusan rumah tangga. Tetap ternyaman sekalipun diluar sana banyak yang menawarkan untuk menjadi tempat nyaman. Akan selalu ternyaman karna dirumahlah ada orang yang menjadi sumber bahagia.

My parents are the home that i mean. My parents success to make house to be a home, place to back, after all what have been happened, not just as place to stay. And now i thinking what my home is and what my home for. Then i wish that in my future.

To you who will be my home and will always be my reason to be your home, i will be your home and will always be your reason to be my home.


***

Semua yang memiliki rumah belum tentu menjadikannya sebagai tempat untuk pulang, karena rumah adalah home bukan sekedar house.
Wednesday, October 05, 2016 No komentar

Satu tahun yang lalu pernah niat mau nulis setiap hari. Rencananya ikut tantangan menulis setiap hari. Nama tantangannya #nulisrandom2015. Dulu tau ada tantangan #nulisrandom2015  dari twitter dan excited banget waktu nemu tantangan kayak gitu. Syaratnya mudah, cuma posting di blog pribadi tentang apa aja, bebas. Lalu nanti setiap harinya link tulisan diblog masing-masing dishare melalui twitter.

Niat awalnya memang pengen banget ikut, sampe akhirnya satu hari sebelum tantangan dimulai saya udah mulai ngeblog aja. Semacam pendahuluan. Selain juga karena ada topik buat menulis dan waktu senggang.

Eh tapi sayangnya, besoknya, saat hari H dimulainya tantangan sampai beberapa hari kedepan nggak ada tuh tulisan yang diposting di blog :( 

Saya gagal.Saya gagal ikut tantangan #nulisrandom2015, bahkan dihari pertama dimulainya tantangan. Entah dulu lagi sibuk apa atau sok sibuk apa, yang pasti menulis setiap hari itu ternyata nggak mudah.

***

Kemudian, hari berlalu sampai berbulan-bulan. Saya kembali menemukan tantangan serupa. Menulis setiap hari. Nama tantangannya one day one post. Berbeda dengan yang sebelumnya, ditantangan ini ada beberapa syarat yang harus dilakukan agar dapat mengikuti tantangan. Syaratnyapun tak cukup sulit, hanya memfollow beberapa fan page. Setelah itu mendaftarkan diri dengan mengirim sms ke nomer pendaftaran yang disediakan.

Saya tau ada tantangan One Day One Post di hari pertama dibukanya pendaftaran. Tapi waktu itu untuk memutuskan mendaftar saya berfikir berhari-hari. Apa saya bisa? Apa waktu saya ada? Apa kuota internet saya cukup untuk buka blog? Dan masih banyak lagi. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk mendaftar di hari akhir-akhir batas akhir pendaftaran saja. Sembari memikirkan apakah saya benar-benar pengen ikut dan bisa? Toh tidak ada batas maksimal peserta. Jadilah saya melewati masa-masa pendaftaran sampai datang batas pendaftaran.

Untungnya, di akhir-akhir pendaftaran saya masih ingat adanya tantangan ini. Saya cari blog yang memberi tantangan ini. Saya komen di bawah postingan tersebut dan mengirimkan pesan, menyatakan bahwa saya ingin ikut tantangan One Day One Post. Tak butuh waktu lama untuk menerima pemberitahuan selanjutnya, karena sms saya langsung di respon.

Sayangnya responnya berisi “Maaf kuota One Day One Post sudah terpenuhi”Waktu nerima sms itu cukup bisa menghela napas, hufffff... mungkin memang belum di izinin buat ikutan. Lagian daftar kok di akhir pendaftaran.

Salah sendiri, cuma bisa ngedumel dalam hati, tapi habis itu langsung ngademin diri sendiri, positif thinking. Toh tanpa tantangan saya masih bisa posting di blog pribadi.

***

Hari berlalu lagi, berbulan-bulan. Tantangan menulis datang kembali, menyapa di beranda facebook saya. Masih sama dengan yang sebelumnya, One Day One Post! Bedanya, tantangan ODOP ini hanya berlangsung satu minggu! Dan diberi nama #Menulis7HariNonstop.

Alhasil, tak sampai 10 menit setelah membaca tantangan itu saya langsung memutuskan untuk mendaftar. Me-whatsapp nomer yang diminta, dan tak lama langsung gabung di grup Menulis 7 Hari Nonstop.

Syarat yang diminta pada tantangan ini pun mudah, cukup memiliki akun di web ODOP untuk bisa posting cerita. Yaps! Ternyata untuk tantangan ini hasil tulisan akan di posting di web ODOP. Bukan blog pribadi. Niatnya dulu, selain di posting di web ODOP mau di posting di blog pribadi juga. Buat tambah-tambah postingan di blog, pengennya gitu. Tapi ternyata tidak boleh, demi menjaga keaslian masing-masing web. Okelah, saya mengerti dan saya setuju.

Saya mengikuti tantangan ini di minggu pertama perkuliahan. Hari-hari dimana belum terlalu padat dengan tugas, masih bisalah disambi. Toh kalo padat, harusnya tetap diusahakan. Kan cuma seminggu doang?—mikirnya kemarin gitu.

Ditantangan #Menulis7HariNonstop ini ada tema yang berbeda yang ditentukan disetiap harinya. Tantangannya yaitu:

Hari pertama: menulis bebas yang pasti minimal 500 kata.

Hari kedua: Membuat tulisan yang mengandung kata KOPI SIANIDA, SINGKONG, KALIMANTAN, BINTANG

Hari ketiga: Membuat tulisan yang di dalamnya mengandung analogi

Hari keempat: Membuat tulisan dari tema yang sedang ramai dibicarakan

Hari kelima: Membuat tulisan masa lalu yang paling berkesan.

Hari keenam: menghasilkan sebuah cerpen bertema bebas.

Hari ketujuh: menghasilkan surat untuk diri sendiri di masa depan.

Excited banget waktu lihat ketentuan di setiap harinya, apalagi di hari ketujuh. Surat untuk diri sendiri dimasa depan? Kerennn. Di benak langsung memplot isi suratnya mau seperti apa.

Hari demi hari, tantangan dengan lancar dipenuhi. Saya menulis selepas magrib sampai mau tidur. Lewat tantangan ini, ternyata menulis untuk sekali jadi butuh waktu yang lama. Setidaknya buat saya membutuhkan waktu 2-3 jam-an. Seringnya 3 jam, itupun lewat beberapa menit. Sebelumnya, buat nulis di blog butuh waktu lebih dari satu hari untuk menyelesaikannya. Ada jeda waktu untuk istirahat, untuk menambah cerita, untuk di edit lagi dan untuk memikirkan apa pantes di post?

Sekarang, ditantangan #Menulis7HariNonstop ini, semua harus selesai di waktu yang terbatas. Terlebih ketika ada tugas dari kampus yang juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mengerjakannya. Di hari pertama sampai hari kelima saya lancar menulis setiap harinya. Menyelesaikan tantangan disetiap harinya. Walaupun di hari ketiga sempat tertunda untuk memposting di web ODOP karena laptop yang mendadak tidak bersahabat untuk internetan. Tapi alhamdulilah masalah teratasi keesokannya, sehingga bisa posting tantangan hari ketiga sekaligus keempat.

Sayangnya dihari keenam, saat ketentuannya menulis cerpen dengan tema bebas saya gagal. Saya tidak menghasilkan tulisan di hari itu. Berkali-kali saya mencoba mengetikan beberapa kata sampai menjadi satu paragraf tapi kemudian saya hapus lagi. Begitu seterusnya sampai berjam- jam berlalu. Saya stuck di depan laptop. Waktu untuk menulis ada tapi ide cerita tidak muncul. Akhirnya, karena hari sudah larut malam saya memutuskan mematikan laptop dan tidur. Berat sebenarnya untuk meninggalkan tantangan cerpen kali itu tapi mau bagaimana kalau kantuk sudah menghampiri dan berjam-jam di depan laptop sampai larut malam tak menghasilkan apa-apa. Oh, ternyata...  menulis cerpen tema bebas itu lebih sulit daripada menulis dengan tema yang ditentukan.

Keesokan harinya, di hari terakhir tantangan saya baru sempat memulai menulis pukul 20.00 sampai pukul 22.33. Sama seperti saat menulis cerpen, berkali-kali saya hapus untaian kata yang sudah terketik, saya tulis lagi, saya hapus, saya tulis lagi, begitu terus selama beberapa jam kedepan. Ada pikiran apa mau menyerah, tapi begitu ingat tantangan cerpen yang kemaren gagal langsung buang pikiran nyerah jauh-jauh. Huss..huss..

Akhirnya, surat untuk masa depan pun jadi alias sejadinya aja :D, karena udah terlalu malam. Ngantuk. Saking ngantuknya begitu memutuskan selesai menulis saat itu juga langsung memutuskan naik kasur. Tidur. Belum belajar buat besok presentasi, jadi saya putuskan untuk menyudahi tantangan menulis surat untuk diri sendiri tanpa mengirim ke web ODOP (karena udah larut) sampai sekarang (udah basi).

Ntah masuk kategori apakah yang hari ketujuh ini. Gagal memenuhi tantangan atau tidak karena belum sempat memposting di web ODOP, mungkin kategori gagal. Tapi setidaknya di hari itu saya tetap menulis dengan ketentuan yang diminta.

Akhirnya, selesai sudah tantangan Menulis 7 Hari Nonstop yang merupakan bagian dari gerakan One Day One Post yang di adakan Bang Syaiha. Dari tantangan ini saya tau, bahwa bagi pemula menulis untuk sekali jadi tidak mudah. Butuh waktu yang lama untuk merangkai kata. Belum lagi untuk mengoreksi typo-typo yang berserakan. Butuh konsentrasi. Butuh waktu sendiri.

Ditantangan-tantangan selanjutnya, haruskah saya ikut lagi ketika untuk Menulis 7 Hari Nonstop saja saya gagal? Hiks...

But, i will try again.

Again and again

Thursday, September 15, 2016 No komentar


Dulu, beberapa kali bapak pernah bilang “sekarang kalo ngomong pake bahasa jawa. Masak orang jawa nggak bisa bahasa jawa. Masak tinggal di Jawa nggak bisa bahasa jawa”

Entah yang dimaksud bahasa krama atau ngoko yang pasti kita (gue, mbak, adek) jawab “ya!”

Tapi sampe sekarang kita yang udah tinggal di Jawa khususnya Jogja tetep nggak bisa lancar bahasa jawa, khususnya bahasa kramanya. Ngerti kalau ada orang ngomong halus (krama) tapi nggak bisa lancar nimpalin pake bahasa krama juga. Kasarannya paling pol “nggeh mboten, nggeh mboten” haha, eh tapi ya nggak separah itu sih :p

Sebagai pendatang baru tahun 2002 di Purworejo dikala itu, lalu dilanjutkan di Jogja satu tahun setelahnya sampai sekarang, sampai akhirnya kembali ke purworejo lagi gue masih dibilang aneh kalo ngomong bahasa jawa, beberapa temen masih bilang aneh kalo gue mulai ngoko, mereka tertawa lalu bilang “koe ki nganggo bahasa indonesia wae!”

“Aneh?”

“iyo, wagu”

“......oke”

Gue juga gatau kenapa gue susah buat ngomong pake bahasa jawa, pengen sih jawab dari sananya alias dari kecil nggak tinggal di Jawa tapi nyatanya temen gue, tetangga gue, yang pindah ke jawa setelah gue malah sekarang medok banget jawanya. Kentel dengan ngoko nya kalo ngomong sama temen. Sementara gue, saat mulai merasa nyaman buat nimpalin pake bahasa jawa eh ditengah pembicaraan tiba-tiba aja ngerasa aneh, pake mikir dulu apa bahasa jawanya apa yang bakal gue omongin -___- kan nggak lucu, jadi biasa ditengah-tengah ngomong ngoko gitu gue langsung ganti pake bahasa indonesia HAHAHAH jadi ngomongnya campur-campur hehe.

Lagi, kalo misal lagi ngumpul sama temen-temen, mereka ngobrol pake bahasa jawa, gue nimpalin dong pake bahasa indonesia (karna terbiasa) berharap mereka tetap dengan bahasa jawanya, eh yang ada malah mereka nimpalin gue pake bahasa indonesia juga -__- kan jadi jarang kesempatan gue buat ngomong pake bahasa indonesia.
  
Sampe dulu waktu SMA ada yang tanya “kok kamu ngomongnya pake bahasa indonesia sih?”
Gue pun jawab “hehe kebiasaan, dari lahir tinggal di ujung pandang soalnya”

Yah gue sadar sekarang itu bukan jawaban yang tepat, secara gue udah 8 tahun tinggal di jogja waktu gue jawab begituan. Tapi ya sudahlah, mau bagaimana lagi.

Ditengah kemampuan bahasa jawa gue yang pas-pasan ini gue nggak habis pikir gimana bisa ada anak yang ngomong ke orangtuanya pake kata-kata “koe” yang artinya “kamu”. Jujur pertama kali denger anak tetangga ngomong “koe ki lho ma” “pah, koe mau di goleki koncomu” ada tanda tanya besar di kepala gue. BESAR BANGET.

Semacam what? Koe? Masa ngomong ke orangtua koe? Kayak umurnya sebaya aja! Koe??? kan artinya kamu??

Saat itu gue berpikir kok gini banget ya bahasa jawa di Jogja saat nyebut orangtua. Perasaan di purworejo gak ada yang manggil orangtua pake kata-kata “sira” yang artinya kamu. Kan kasar. Gak sopan banget. Tapi sepertinya orangtua sang anak yang dipanggil koe itupun seperti acuh saja, tak mempersalahkan. Nah kalo gini kan gue yang jadi bingung waktu itu, ini emang salah apa karna gue orang baru di jogja saat itu jadi belum terbiasa?

Ntahlah, yang pasti gue gedek saat pertama kali denger kata-kata koe ke orangtua sendiri.

Waktu berlalu, ternyata ada satu-dua temen yang ngomong ke orangtuanya alus banget. Pake bahasa krama, disaat itu gue juga heran haha (ngoko heran, krama heran). Keren banget nih anak ke orangtua sendiri pake bahasa halus, kalo kayak gitu gimana waktu marah kan? Hehehe gue penasaran, emm atau mereka nggak pernah marah saking sopannya ke orangtua? Hehe yakali emangnya gue :D

Intinya selama bertahun-bertahun di Jogja beginilah bahasa jawa gue, kadang ngoko kadang bahasa indonesia. Ntah sama orangtua sendiri maupun sama temen, tapi yang pasti gue nggak pernah pake kata-kata “koe” waktu manggil bapak-ibu, sama temen satu angkatan kuliah yang lebih tua aja nggak enak manggil “koe” ya masa manggil bapak-ibu gitu.

Bahasa krama pun jarang gue pake karna interaksi gue sama orang yang lebih tua atau sepuh jarang, sampai akhirnya harus kerja di apotek yang mau nggak mau banyak pasien orang tua yang menggunakan bahasa jawa krama dan gue pun lancar nggak lancar harus menjawab dengan bahasa krama juga. Ya sebisa gue sih, yah kalo nggak bisa ya pokoknya kembali ke bahasa indonesia, bukan ke bahasa ngoko, yah intinya gitulah, gue punya kesempatan ngomong krama hehe.

Waktu KKN pun begitu, kesempatan dan kemampuan gue harusnya lebih besar untuk berbahasa krama karna cuma 2 dari 9 anak KKN yang asli jawa, gue salah satunya. Gue pun di dapuk sebagai penerjemah kalo ada orang tua yang ngomongnya pake bahasa krama alus karna mereka-yang-dari-luar-jogja nggak tau artinya. Tapi tetep, kebanyakan gue bahasa indonesia juga ngomongnya, kan belum terbiasa #ngelessih.

Saat itu gue berpegang prinsip bahasa ngoko ke orangtua sendiri sah-sah saja (asal jangan ada kata koe) dan berbahasa krama ke orangtua sendiri adalah hal luar biasa bagi gue. Bahasa krama bagi gue adalah bahasa penting ketika lo menimpali obrolan orang tua yang mengajak lo pake bahasa krama, tapi tetep ketika lo nggak bisa ikut menimpali pake bahasa krama mending ke bahasa indonesia aja yang tentu terdengar lebih halus di banding bahasa jawa ngoko.

Itu sih prinsip gue dari hasil pengalaman pribadi sampai akhirnya gue ada di posisi di “bahasa ngoko pun sebenernya nggak sopan ke orangtua sendiri”

Cerita bermula saat ada pasien paruh baya datang ke apotek, kira-kira beginilah percakapan saat itu

Pasien: “Anak saya nggak saya ajarin bahasa indonesia mbak dari kecil. Buat apa kan? Nanti juga dari lingkungan bisa sendiri”

Gue: .... (Hmmm wah! Keren nih pasti bapaknya tipe orangtua yang menjunjung bahasa internasional sejak dini. Macam orangtua2 model sekarang yang membiasakan bahasa inggris sebagai bahasa sehari-hari)

Pasien: Karena bahasa sekarang sudah di campur-campur kan mbak, dan anak-anak akan merekam apa yang orangtua ucapkan. Contoh mbak: ‘Le, kamu jangan pecicilan. Ndak tibo”

Gue: .... (dimana bahasa inggrisnya?? mikir apa hubungannya bahasa inggris sama contoh yang bapaknya kasih tau)

Pasien: bahasa opo to mbak itu, coba nanti si anak kalo sudah besar bilang kayak gitu ke orangtuanya, lak yo opo to mb itu

Gue: ...

Pasien: Maka dari itu saya selalu mengajarkan anak dengan bahasa jawa. Biarpun anak saya di Jakarta kalo dia pulang dan ngajak ngobrol dengan bahasa indonesia nggak saya jawab. Saya hanya mau ngobrol dengan bahasa jawa.

Gue: .... (Oh! Bahasa jawa yang dimaksud bapak dari awal!)

Pasien: Anak saya juga tau mbak kalo saya ditanya nggak jawab berarti saya cuma mau dengan bahasa jawa.

Gue: .... (syok, mendadak cemas kalo disuruh ngomong bahasa krama, mendadak bingung mau nimpalin pake bahasa apa)

Dari situ tiap gue ngomong ngoko ke bapak-ibu atau ngedenger adek ngomong ngoko ke bapak-ibu ntah kenapa terasa kasarnya, ya walaupun bapak-ibu biasa aja. Ya karna mungkin terbiasa, karna memang ngoko yang biasa aja yang kadang dicampur bahasa indonesia juga, tapi tetap ada saatnya ngoko terdengar kasar. Sesederhana saat bilang “yo oralah” “yo uweslah”.

Ada benernya sama yang pasien bilang di atas, ‘coba bayangin saat anak bilang ngoko ke orangtua”, tapi ya kembali lagi ke masing-masing keluarga, yang sudah terbiasa mungkin memang itu adalah hal biasa. Tapi tetep, nyebut koe ke orangtua adalah hal yang gak bisa gue ngerti T_T too much rough.

Sekarang, karena domisili gue di Purworejo yang pastinya pada ngomong bahasa jawa gue merasa
yah udah balik ke purworejo tapi gue masih kaku ngomong bahasa jawa, purworejo tulen lagi -_-

gue bener-bener terpesona sama temen-temen gue yang ngomong krama ke orang tua, dengernya sopan aja.

Nah gue?

Masih pake bahasa indonesia dong!






 ***
Nb: Ssssttt bahasa indonesianya gue di keseharian aku kamu dong, bukan kayak dipostingan ini gue-elu hihi, yang disini, biar enak aja bacanya :D  
Monday, July 25, 2016 No komentar
Newer Posts
Older Posts

About me


Halooo! Aku Rani~ Blog ini hanya berisikan cerita sehari-hari, ambil yang baik-baiknya aja yaaa, karenaa... .

“We write to taste life twice, in the moment and in retropect.” Anais Nin

:)

Follow Me

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2020 (11)
    • ►  December (2)
    • ►  August (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (3)
    • ►  April (2)
  • ►  2019 (1)
    • ►  August (1)
  • ►  2018 (13)
    • ►  September (2)
    • ►  July (2)
    • ►  June (1)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  March (2)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2017 (29)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  June (8)
    • ►  April (2)
    • ►  March (5)
    • ►  January (9)
  • ▼  2016 (16)
    • ▼  November (1)
      • Untuk ku, Dari ku
    • ►  October (1)
      • Home, Not House
    • ►  September (1)
      • Menulis 7 Hari Nonstop
    • ►  July (2)
      • Kulo Dereng Saget
    • ►  June (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (4)
    • ►  February (1)
    • ►  January (3)
  • ►  2015 (16)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  June (2)
    • ►  April (2)
    • ►  March (3)
    • ►  February (2)
  • ►  2014 (12)
    • ►  September (2)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  April (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2013 (14)
    • ►  December (1)
    • ►  August (6)
    • ►  July (2)
    • ►  May (1)
    • ►  April (2)
    • ►  February (2)

Popular Posts

  • Bahasa Jawa Dalam Percakapan
    Saya bukan orang yang pintar berbahasa jawa. Saya lagi belajar, memperlancar. Postingan berbau bahasa jawa ini saya ambil dari ucapan seh...
  • Kulo Dereng Saget
    Dulu, beberapa kali bapak pernah bilang “sekarang kalo ngomong pake bahasa jawa. Masak orang jawa nggak bisa bahasa jawa. Masak tingga...
  • Hadapi Skripsi
    Jadi, beberapa hari yang lalu ibu cerita kalau anak temannya ibu lagi punya masalah terkait skripsi. Anaknya cewek, nangis terus, emosian,...
  • SINAU JOWO: BERBAUR DENGAN BAHASA JAWA
    Halo... Sudah lama aku pengen nulis tentang bahasa jawa yang sekarang lebih sering ku gunakan, mau tidak mau, suka tidak suka, karena terk...
  • My Chinese Name
    Ni hao ma? Wo de ming zi shi rani. Apa kabar? :) nama saya adalah rani . Hallo, di atas adalah contoh bahasa mandarin, hasil belajar bah...
Powered by Blogger.

Created with by ThemeXpose